Ketika Kesetiaan Ternodai Dengan Pengkhianatan – Ada sebuah ungkapan: “Tak ada kata setia untuk orang yang tak setia.“ Ungkapan ini ada benarnya namun di sisi lain tak boleh kita lakukan. Jika hubungan dengan pasangan masih dalam taraf ta’aruf menuju tahap serius ke arah pernikahan namun kita ketahui bahwa dia menjalin hubungan dengan yang lain masih bisa kita pertimbangkan apakah hubungan akan berlanjut atau tidak karena dalam proses ta’aruf belum ada ikatan yang pasti seperti halnya dengan pernikahan.
Maka langkah yang perlu kita lakukan adalah teruslah melakukan sholat istikharah meminta petunjuk kepada Allah agar diberi jalan yang terbaik.
Langkah selanjutnya adalah berbicaralah yang baik dengan dirinya. Ingatkan tentang komitmen keseriusannya ke arah pernikahan.
Beri kesempatan kepadanya untuk memperbaiki diri. Jika ada kemantapan hati dan dia berubah lebih baik dalam arti tidak lagi menjalin hubungan dengan wanita lain hubungan ke arah yang serius bisa dilanjutkan.
Namun jika ada keraguan dan dia ternyata hanya berubah sementara waktu bahkan sering tidak mengakui bahwa dia menjalin hubungan dengan wanita lain sedangkan bukti nampak nyata, maka apa lagi yang bisa dipertahankan?
Mengapa kita masih setia terhadap seseorang yang sudah jelas tidak baik?
Bagaimana dia bisa melindungi dan menyayangi pasangan sedangkan kepribadiannya sendiri begitu rapuh?
Bagaimana dia akan menjadi pemimpin rumah tangga sedangkan memimpin dirinya sendiri untuk bersikap baik tak bisa?
Bagaimana dia bisa menjaga komitmen pernikahan jika memegang komitmennya sendiri tak mampu?
Maka pertimbangkan masak-masak saudaraku, sebelum menyesal pada akhirnya.
Pernikahan bukan hanya sehari atau dua hari tapi selamanya, bagaimana akan membangun maghligai rumah tangga yang bahagia jika pondasinya begitu rapuh?
Memang mengakhiri hubungan yang sudah serius itu tak mudah. Terasa amat pedih di sudut hati.
Kita sering berpikir bagaimana mencari penggantinya sedangkan kita begitu menyayanginya?
Ketika kita melakukan sholat istikharah bukankah meminta kepada Allah untuk diberi petunjuk tentang pilihan kita?
Jika kita sudah berbuat baik, berusaha setia terhadap Allah dengan tidak melanggar syariat-Nya dan setia menjaga hati namun ternyata yang kita damba menodai komitmennya sendiri, barangkali ini adalah hasil dari istikharah kita. Allah telah memberi petunjuk yang jelas.
Maka bersyukurlah karena atas kebaikan-Nya Dia menghindarkan sesuatu yang tidak baik untuk kita.
Sesungguhnya di balik rasa pedih ada kenikmatan terindah.
Bersyukurlah dan berdo’alah semoga Allah mengganti yang lebih baik.
Bersyukurlah semoga nikmat-Nya akan bertambah: “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku) , maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih. “ (QS. Ibrahim: 7).
Namun jika kesetiaan ternodai dan sudah terikat dalam pernikahan, maka ketidaksetiaan jangan dibalas dengan ketidaksetiaan pula.
Jika hal ini kita lakukan bagaimana nasib rumah tangga?
Bagaimana nasib anak (jika sudah punya)?
Bagaimana pandangan keluarga besar dan masyarakat?
Yang lebih utama bagaimana pandangan Allah terhadap kita?
Bukankah ketidaksetiaan itu perilaku tercela mengapa kita juga berperilaku demikian?
Maka langkah awal yang kita lakukan adalah instropeksi diri barangkali hal itu terjadi karena kurangnya perhatian kita terhadap pasangan. Atau kewajiban kita sebagai istri/ suami belum kita tunaikan dengan baik. Namun jika kita sudah berbuat sebaik-baiknya dan dia tidak setia maka bersabarlah.
Ini adalah ujian dari Allah. Bersabar bukan berarti diam, tapi berikhtiar memperbaiki keadaan.
Berbicaralah dari hati ke hati dengan dasar cinta dan kasih sayang, jangan berbicara ketika kita sedang dalam kemarahan.
Ingatkan tentang komitmen awal pernikahan.
Perceraian memang tidak dilarang namun memperbaiki jalinan rumah tangga dengan sikap saling terbuka, setia, jujur, saling percaya dan bijaksana demi keutuhan rumah tangga itu lebih baik daripada memperturutkan amarah yang berujung pada perceraian.
Pernikahan adalah sebuah tim, harus saling mendukung dan saling melengkapi. Untuk itulah dibutuhkan sikap saling percaya, keterbukaan, kejujuran dan kesetiaan antara suami dan istri.
Baca Juga Artikel Lainnaya: Inilah Hal Yang Sangat Dirindukan Oleh Kaum Wanita.