Akhi, Penantian panjang untuk menunggu akan aku lewati hanya untukmu, meski seribu kebimbangan menghantuiku, meski ribuan keraguan menjelma atas janjimu. Akhi, seberapa pantaskah engkau untuk ku nanti?
Aku hanya takut, benarkah kau pantas untuk ku nanti?
Akhi, ku sembunyikan hati ini untuk memilih menantimu karena ku tahu aku sangat mencintaimu. Namun bukan berarti cinta ini mampu membutakanku agar aku menerima ketikdakpastian.
Aku hanya tak tahu, benarkah kau pantas untuk ku nanti?
Akhi, Senyumku ini akan ku leburkan bersama dakwah bersama pendamping yang mampu menuntunku pada Illahi.
Bagaimana aku sanggup untuk tahu bahwa kau adalah seorang yang tepat untukku, sedangkan kau sendiri pun tak tahu.
Berilah aku jawaban, benarkah kau pantas untuk ku nanti?
Akhi, Bersamamu ku sadari hati ini ingin menetap, hingga waktu memberiku jawaban bahwa kau adalah pemilik hati ini.
Namun sadarilah, bila aku harus tetap menanti sedangkan kau pun tak tahu sampai kapan aku harus menanti, hati terus mengusik kesadaranku.
Maka pastikanlah jawabanmu, benarkah kau pantas ku nanti?
Bila kau memang pantas aku nantikan, ijinkan aku memintamu untuk segera meminang ku dalam kesendirian.
Jangan biarkan aku dalam ragu, yakinkanlah hatiku.
Bila kau memang pantas aku nantikan, segera palingkan aku dalam kepahitan janji.
Besegeralah datangi kedua orang tuaku, jangan kau terus biarkan aku menanti dengan alasan-alasan yang tak pernah aku mengerti.
Bila kau memang pantas aku nantikan, biarkan cinta yang ada di hatimu tersimpan rapat sebelum kau halalkan aku. Jangan kau impikan aku dengan cintamu.
Karena harapan yang diberikan kadang memang lebih besar daripada apa yang mampu dijalani, apalagi bila kekasih hati pujaan jiwa yang memberikan.
Atas nama cinta, seribu tahun pun mau menanti asal bisa dimiliki sang kekasih.
Baca Juga:
Maafkanlah Kesalahan Pasangan Hidup Kita.
Istri Harus Mensyukuri Setiap Pembarian Suami.
Wahai Calon Suamiku, Jemput Aku Menjadi Bidadarimu.