Suami, Jangan Marahi Istri Tanpa Alasan Yang Syari – Dalam kehidupan berumah tangga, seorang istri akan bisa lebih ridha menerima kemarahan suami, jika suaminya marah dengan landasan keagamaan yang kental. Suami marah karena ingin membela prinsip agama yang mungkin dilalaikan oleh istrinya. Inilah marah yang berbobot, marah yang berkualitas.
Suami marah tidak semata karena perkara-perkara yang bersifat keduniaan, atau hal-hal remeh yang tidak memiliki kaitan dengan dien. Suami marah karena didasari alasan yang bersifat syar’i, walaupun itu harus tetap dalam batas kewajaran dan tidak berlebihan.
Marah seperti inilah yang pernah dilakukan Rasulullah SAW dalam hidupnya.
Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud bahwa ia berkata: “Kami pernah bersama Rasulullah SAW melewati sebuah sarang semut yang telah dibakar.” Rasulullah SAW lalu marah dan bersabda: “Sesungguhnya tidak patut bagi manusia untuk menyiksa dengan siksaan Allah.” (HR. Ahmad dan Nasa’i).
Seorang perempuan Anshar menceritakan: “Aku pernah bertamu ke rumah Ummu Salamah. Tiba-tiba Rasulullah SAW datang kepadanya dalam keadaan seakan-akan marah. Melihat hal itu, aku pun bersembunyi di balik perisai. Beliau lalu berbicara (kepada Ummu Salamah) dengan pembahasan yang tidak aku pahami.” Setelah itu, aku lalu bertanya: “Wahai Ummul Mukminin, seakan-akan aku melihat Rasulullah marah? Ia menjawab: “Ya, tidakkah kamu tadi mendengarnya?” Aku balik bertanya: “Apa yang beliau sabdakan?” Ia menjawab: “Beliau bersabda: “Sesungguhnya jika kejahatan sudah menyebar di muka bumi dan tidak ada yang mencegahnya, maka Allah akan menurunkan siksa-Nya terhadap penduduk bumi.” Lalu, aku bertanya: “Wahai Rasulullah, bukankah di dalamnya banyak orang-orang sholeh?” Beliau menjawab: “Ya, Di dalamnya banyak orang-orang sholeh, tetapi mereka akan ikut terkena bencana sebagaimana orang lain. Kemudian Allah akan mematikan mereka dan mengembalikan mereka kepada maghfirah dan rahmat-Nya.” (HR. Ahmad).
Abdurrahman bin Al-Qasim meriwayatkan dari ayahnya (Abu Bakar Ash-Shiddiq) bahwa ia mendengar Aisyah r.a. berkata: “Suatu ketika Rasulullah SAW masuk ke rumahku dan aku telah menutupi kamarku dengan kain penutup tipis yang ada gambar-gambarnya (gambar makhluk bernyawa). Begitu melihatnya, beliau lalu merusak gambar-gambar itu dan wajah beliau pun langsung berubah warna (karena marah).” Beliau kemudian bersabda: “Wahai Aisyah, orang yang paling dahsyat siksanya di sisi Allah pada hari kiamat nanti adalah orang-orang yang meniru ciptaan Allah.” Aisyah r.a. berkata: “Kami lalu memotong kain penutup itu dan menjadikannya satu atau dua bantal.” (HR. Bukhari-Muslim).
Apabila hanya karena urusan sepele, seperti masakan yang kurang asin, rumah yang kurang rapi dan lain sebagainya, sang suami cepat sekali naik pitam dan bersikap kasar kepada istri, tentu hal ini akan sangat menyakitkan hati sang istri.
Namun, jika kemarahan suami dilandasi alasan syari, tentu para istri akan lebih bisa berlapang hati.
Semoga marah seperti ini yang akan mendatangkan rahmat Ilahi. Dengan syarat, asalkan masih dalam batas kewajaran, tidak berlebihan, dan tidak terus-terusan. Walau diakui juga, bahwa menahan amarah itu jauh lebih mulia dan lebih menenteramkan jiwa.
Rasulullah SAW bersabda: “Orang yang kuat bukanlah yang pandai bergulat. Sesungguhnya orang yang kuat adalah orang yang mampu mengendalikan dirinya ketika marah.” (HR. Bukhari).
Semoga bermanfaat bagi kita semua, dan juga menjadi bahan renungan dan inspirasi bagi para suami agar berhati-hati jika ingin memarahi sang istri tanpa alasan yang syari.
Baca Juga Artikel Lainnya: Ingatlah Wahai Suami, Istrimu Begitu Berharga